Monday, May 27, 2013

Latar belakang dari Kelas Singgah Kelapa Dua [#KelasKlpDua]

                                           Dea & Wulan, murid kelas singgah Taman Anggrek

Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Latar belakang
Sejak aku berkenalan dengan komunitas @SaveStreetChild yang terbentuk di tahun 2011, dan aktif menjadi relawan peduli anak-anak jalanan pada khususnya dan anak-anak marjinal pada umumnya, aku mulai memiliki pemikiran dan sensitivitas yang berpangkal dari kesadaran bahwa:
 1. Anak-anak jalanan /marjinal hanyalah korban dari keadaan yang secara langsung maupun tidak langsung diciptakan oleh orang tua dan lingkungannya, bersumber utama pada masalah ekonomi dan pendidik
2. Memberikan uang semata kepada anak-anakitu, hanya akan semakin menjerat mereka dalam lingkaran setan marjinalitas yang selama ini mereka alami. Jenjang kecemburuan sosial akan semakin lebar.

Kesadaran itu senantiasa membuat hatiku tergerak untuk menciptakan kondisi di mana mereka bisa merasa diterima sebagai bagian masyarakat untuk mempermudah “normalisasi” pola pikir mereka, setidaknya dengan mengijinkan anak-anak itu menikmati masa kanak-kanak mereka dengan sepantasnya.  Aku selalu tidak tenang melihat pemandangan anak-anak mencari uang di jalan, entah itu dengan mengamen, dengan mengemis secara terang-terangan atau dengan cara mengiba secara halus.

Sejak akhir 2011 hingga akhir 2012, bersama SaveStreetChild aku sudah membaktikan diri sebagai relawan pengajar di sejumlah titik kelas singgah di Jakarta dan sekitarnya, antara lain di kelas singgah Sahabat Anak Grogol, kelas singgah Taman Anggrek, dan kelas buta aksara untuk ibu2 muda di Tangerang.

Prinsip untuk “mulai dari yang terkecil dan terdekat” membuatku selalu berupaya mengajak teman untuk memfungsikan diri di lokasi terdekat dengan tempat tinggal sendiri. Hal itu sangat berguna untuk menjamin keberlangsungan bakti kita, karena setidaknya kendala jarak geografis sudah diminimalisir.
Di bulan November 2012, dekat dengan tempat tinggalku di bilangan Kebon Jeruk – Jakarta Barat,  aku mulai memperhatikan sejumlah anak yang nampaknya bekerja sebagai pemulung, secara rutin duduk-duduk di jembatan penyeberangan Kelapa Dua Sasak setiap pagi. 

 Pertanyaan pertama yang menghampiri aku adalah,”Apa yang mereka lakukan di situ?”
Apakah sekedar untuk duduk santai di sela waktu “dinas mulung” mereka? Atau jangan-jangan mereka sedang belajar mengemis? Mengharap belas kasihan dari orang-orang yang lalu lalang di jembatan itu?
Jika jawaban yang terakhir yang terpilih, maka alangkah sayang, karena mental muda mereka sudah dicemari oleh pikiran-pikiran menyesatkan yang tidak mendukung masa depan mereka.
Berikut sepenggal percakapanku yang mengawali proses perkenalan dengan mereka, Arif (13 tahun) dan Aldy (10 tahun).

Arif (13 tahun) dan Aldy (10 tahun), calon murid #KelasKlpDua
Yasmin : Kamu ngapain di sini?
Arif      : Istirahat kak, nongkrong doang
Yasmin : kok nggak sekolah?
Arif      : saya udah lulus SD
Yasmin : nggak nerusin SMP? (Arif menggeleng) Kalo kamu? (kepada Aldy)
Aldy     : saya kelas 3 SD tapi udah berenti …
Yasmin : Kamu mulung sampe jam brp?
Aldy    : sampe siang (tanpa sebut jam)
Yasmin : Trus kalo siang pulang ke rumah? Makan? / Arif: iya…
Yasmin : Eh kalo nanti saya bikin kelas belajar gratis, kalian mau ikut belajar nggak?
Arif      : hehe.. gak tau deh.. (jawaban begini memang sudah aku duga)
Yasmin : Yaudah, saya mau kerja dulu ya. Besok kalo ketemu lagi saya          bawain baju buat kamu, mau?
Arif & Aldy : (mengangguk sambil cengar-cengir..hehe..)
Dua hari kemudian, aku bertemu kembali dengan mereka tanpa membawa yang kujanjikan, tapi mereka tetap beri senyum saat melihatku, dan itu sungguh berarti buatku. Semua berawal dari senyum. Mereka juga manusia seperti kita…
Don’t treat them like garbage, if you wanna make the world a better place :)

by : Yasmin

No comments:

Post a Comment