Monday, August 11, 2014

Kirim Kami ke Sekolah #KKS

“Pendidikan adalah hak dasar setiap anak.”
“Perbaikan ekonomi keluarga bisa terjadi lewat pendidikan berkelanjutan.”
“Bagi kaum ekonomi lemah, keberhasilan hidup bukan dilihat dari setinggi apa anak mereka bisa bersekolah, melainkan sebanyak apa mereka mampu mengumpulkan uang.”
—-kutipan dari buku “Sekolah Rakyat” pemberian bang Munawar M. Ali, pendiri Sekolah Rakyat Bogor.
Singkat cerita tentang Kelas Kelapa Dua (@KelasKelapaDua)

Telah 16 bulan kami memperjuangkan sebuah kegiatan belajar mingguan informal untuk anak-anak pemulung dan jalanan yang kami beri nama “Kelas Kelapa Dua” sesuai lokasinya yang berada di Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Ya, di awal pembentukan Kelas Kelapa Dua (KKD), kami melangkah dari keinginan untuk sekedar mengisi kosongnya kesempatan belajar bagi anak-anak itu, dengan kegiatan belajar sederhana seperti:
  • Memberi bimbingan pendalaman materi bagi yang masih bersekolah, membantu belajar baca-tulis-hitung bagi adik-adik usia PAUD - TK dan bahkan bagi mereka yang berusia di atas itu namun belum menguasainya karena terpaksa tak lanjut sekolah
  • Membaca buku bersama dan membahasnya
  • Stimulasi otak dan minat dengan permainan dan kegiatan edukatif, berupa menggambar bersama, piknik, kunjungan dari berbagai komunitas yang datang berbagi, keterampilan daur  ulang sederhana, bernyanyi dan menari, berenang, belajar bahasa Inggris dengan native speaker, berkunjung ke pesantren tahfidz, dan lain-lain
Bersahabat, bahkan menjadi keluarga bagi kurang lebih 30 anak itu, menciptakan beragam emosi.
Haru sedih melihat kondisi ekonomi mereka, kecewa karena semangat belajar mereka yang kerap turun, kekuatiran karena jumlah relawan pengajar yang naik turun…
Lalu datang haru gembira karena konsistensi perjuangan kami berhasil menciptakan cinta di hati anak-anak tersebut hingga hari ini.

Seiring waktu, berbagai kegiatan dan keseruan yang kami lalui bersama, berhasil menumbuhkan minat untuk lanjut belajar dalam diri adik-adik KKD yang sempat putus sekolah. Dan semangat baru mereka pulalah yang memacu kami untuk bantu wujudkan cita-cita mereka, melalui program Kirim Kami ke Sekolah (KKS).

Sejarah KKS
Sementara ini, KKS kami prioritaskan untuk adik-adik yang pendidikan SD-nya sempat terhenti, atau malah belum pernah masuk SD sama sekali.
Sebagai contoh, program KKS perdana berhasil kami jalankan per Januari 2014 untuk Yuli, gadis pemulung yang yatim berusia 14 tahun dan sudah tak lanjutkan sekolahnya sejak kenaikannya dari kelas 3 SD entah berapa tahun yang lalu. Setelah mengamati ketekunannya dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di Kelas Kelapa Dua, kami menyimpulkan bahwa Yuli punya potensi besar untuk berhasil, dan kami putuskan untuk membiayainya paling tidak agar ia bisa peroleh ijazah SD terlebih dulu.

Bermodalkan bantuan tunai dari sejumlah para dermawan di lingkar pergaulan para relawan Kelas Kelapa Dua sendiri, terkumpul hampir Rp 1 juta yang menutup kekurangan kas kami untuk biayai bimbingan belajar Paket A bagi Yuli di Yayasan Al-Hasanah, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Yuli pun sejak itu mendapat bimbingan belajar dari para pengajar di yayasan tersebut, dan telah lulus melalui ujian kesetaraannya pada bulan Mei lalu. Alhamdulillaah.
Berawal dari Yuli, harapan baru bahwa “berpendidikan dan menaikkan derajat hidup itu mungkin” kembali merebak di hati adik-adik asuh kami yang lain, dan jika bibir mereka bisa jujur mungkin akan berucap “Kirim Kami ke Sekolah” sesuai tajuk program terkini kami yang disingkat menjadi KKS.

Konsep KKS
 “Banyak jalan menuju Roma.” begitu kata pepatah kuno, yang memang masih sangat relevan hingga kini. Begitupun dengan ide KKS yang menghadapi opsi perwujudan yang cukup beragam. Namun tiap opsi tentu punya kelebihan pun kekurangan.

Berikut adalah beberapa cara yang pernah kami upayakan, dengan keadaannya masing-masing:
1. Mendaftarkan adik asuh kami pada lembaga penyelenggara Kejar Paket A terdekat.
Kelebihan: merupakan metode paling sederhana, karena cukup membayar kurang lebih Rp 1 juta, dan murid bisa langsung dibimbing belajar mempersiapkan diri melalui ujian kesetaraan Paket A di akhir tahun ajaran berjalan, dengan jumlah pertemuan 3 kali dalam seminggu.
Kekurangan: biaya Rp 1 juta per anak bukanlah angka yang kecil untuk dikumpulkan oleh kegiatan mandiri kami. Jika ada 3 anak yang berkeinginan mengikuti Kejar Paket A di tahun ajaran baru, maka kami harus mengumpulkan dana minimal Rp 3juta dalam waktu singkat.

2. Menjalin kolaborasi dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa, hingga
Kelebihan: tidak membuutuhkan biaya pendidikan yang signifikan, kecuali iuran Rp 10.000,00 sebagai tanda komitmen baik dari pihak murid maupun orang tuanya. Bahkan mungkin ada bantuan pula untuk pengurusan dokumen identitas anak, seperti Akta Kelahiran, KK, dll.
Kekurangan: lokasi belajar (di Duri Kepa) membutuhkan transportasi dari Sasak - Kelapa Dua yang jika diakumulasi dalam sebulan bisa mencapai Rp 120rb /anak /bulan, sehingga menjadi lebih mahal dibandingkan dengan opsi

3. Mengelola bimbingan belajar intensif mandiri yang menginduk pada Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) di bawah dinas pendidikan setempat.
Kelebihan: Kegiatan bisa dilakukan secara mandiri di tempat belajar rutin kami yaitu di Kelas Kelapa Dua, sehingga tidak membutuhkan biaya transportasi untuk memobilisasi murid. TKBM Duri Kepa akan membimbing kami dalam hal kurikulum, pemantapan materi menjelang ujian akhir, hingga pelaksanaan ujian akhir keseteraannya. Ijazah yang akan diperoleh murid akan menginduk pada arsip TKBM Duri Kepa dan disahkan langsung oleh Dinas Pendidikan setempat.
Kekurangan: Agar dapat menginduk ke TKBM setempat, dokumen keluarga murid haruslah lengkap, dan kondisi “legalitas” kependudukan adik-adik asuh kami sangatlah berantakan sehingga ini tentu membutuhkan waktu dan biaya yang cukup menghambat.

Selain itu, kegiatan harus berjalan secara lebih intensif, yaitu 3x dalam seminggu, termasuk di hari kerja. Sementara ketersediaan relawan yang sanggup mengajar di luar akhir pekan sangatlah terbatas dan sulit dipegang komitmennya. Hingga kami sempat berpikir, mungkin jika kami mampu mengupayakan kompensasi berupa “penggantian biaya transportasi” barulah komitmen itu dapat lebih terjaga.

Akhirnya, kesulitan dalam membiayai transport dan kurangnya tenaga pengajar, membuat kami memutuskan untuk menjalani opsi 1, dengan keyakinan bahwa Allah SWT akan kirimkan bantuannya agar kami terus mampu bantu membiayai mereka. Berikut ini adalah mereka yang kami pilih untuk dibantu.

Profil adik-adik kandidat penerima bantuan KKS
image

Irfan, usia 13 tahun,  terakhir duduk di kelas 3 SD
Ayahnya (Bp. Nasa) bekerja sebagai pemulung, selebihnya bekerja sebagai kuli serabutan.
Irfan adalah anak ke-3 dari 5 bersaudara. Saat ini tak satupun dari mereka yang bersekolah. Di balik diamnya, Irfan memiliki semangat belajar yang tinggi. Itulah sebabnya, setelah setahun mengikuti Kelas Kelapa Dua, Irfan dengan malu-malu menyampaikan keinginannya untuk memiliki ijazah SD, namun ia tak tahu harus bagaimana karena setiap hari ia pergi memulung untuk bantu cari nafkah keluarganya.
“Daripada mulung terus diomel-omelin kalo dapetnya sedikit, mending Irfan sekolah aja deh…” kata Irfan
Najib, usia 7 tahun, belum sekolah
Ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan, dan memulung. Beberapa relawan pengajar kelas “Telur” (kelompok belajar tingkat PAUD dan TK di Kelas Kelapa Dua) mengamati dan menilai Najib memiliki kesulitan berkonsentrasi, sehingga sulit sekali untuk didudukkan tenang dan dibimbing belajar calistung, tak seperti murid laki-laki lainnya yang bahkan lebih muda usianya. Atas dasar pertimbangan itulah, diputuskan untuk menyekolahkan Najib ke PAUD agar segera mendapat bimbingan yang memadai, karena dikuatirkan jika dibiarkan tidak bersekolah terlalu lama akan semakin sulit untuk membekali otak dan membentuk karakternya.
Saat ini Najib sudah disekolahkan di SD kelas 1 Al-Ghifari ….. atas bantuan beberapa orang donatur kenalan kami.

Siti (7 tahun, masuk kelas 1 SD), Novi (9 tahun melanjutkan ke kelas 2 SD), Yuli (13 tahun melanjutkan ke SMP),  adalah putri-putri dari ibu Nung, seorang pahlawan pendidikan di pemukiman pemulung tempat kami berkegiatan, yang mengisi waktu senggangnya mengajar anak-anak di sekitarnya calistung dan mengaji. Allah telah memanggil ayah mereka (Alm. Bp. Endang) di tahun lalu, meninggalkan ibu mereka sebagai pencari nafkah bagi 7 orang anak yang masih menjadi tanggungannya, sambil tetap berusaha mengajar di rumahnya.

Siti mendapat rejeki bersekolah gratis di Yayasan Al Ghifari dekat rumahnya, dan kami hanya membantu kelengkapan seragam, sepatu, dan buku-bukunya
.
Demikian pula dengan Novi, yang sementara ini cukup kami bantu dalam bentuk kelengkapan sekolahnya (seragam dan buku-buku)

Adapun Yuli, merupakan murid program KKS kami yang pertama, telah memperoleh ijazah SD dari program Kejar Paket A di Yayasan Al Hasanah, dan saat ini melanjutkan ke Paket B (setingkat SMP).

Depi, 14 tahun, belum pernah sekolah

image
Salah satu putra bu Nung juga, yang belum pernah mengenyam pendidikan formal dikarenakan kesulitan ekonomi keluarganya yang berurbanisasi dari Cianjur ke Jakarta. Belum bisa membaca dengan lancar. Saat ini sudah belajar (Kejar Paket A) di tempat yang sama dengan adiknya (Yuli), mendapat bantuan Rp 500.000,00 dari seorang donatur, dan masih kekurangan Rp 1 juta untuk biaya pendidikan di yayasan tersebut.

Demikian kisah kami tentang program Kirim Kami ke Sekolah (KKS) bagi adik-adik murid di Kelas Kelapa Dua, Jakarta Barat.
Kami bersyukur, atas bantuan dari para sahabat dan keluarga untuk rintisan program KKS ini. Tentunya, ujian dan tantangan akan selalu ada di depan kami, namun kami yakin Tuhan akan ulurkan bantuan-Nya melalui pembaca artikel yang budiman, dalam bentuk kebaikan apapun yang diikhlaskannya. Amin.

Twitter: @kelaskelapadua 
Whatsapp: Ara  085711142069, 
Bintang  087781237861
Call: Yasmin @jeng_billie 081280756613